Is It Better To Be Married or To Stay Single? Topik seputar pernikahan nampaknya menjadi sesuatu yang hangat dibicarakan di mana-mana. Sebagai seorang single , kadang itu membuatku jadi penasaran dan bertanya. Hal apakah yang bisa mendorongku melepas status single ku untuk terikat dalam pernikahan dengan seseorang? Coba kita berpikir realistis sejenak. Kita asumsikan bahwa umumnya hubungan pacaran itu berlangsung selama tiga tahun. Di tengah kehidupan yang sangat sibuk ini, jika sepasang kekasih itu bisa meluangkan waktu bertemu seminggu sekali saja sepertinya sudah bagus. Tapi, jika memang berlaku demikian, berarti dalam tiga tahun pacaran, pasangan itu hanya bertemu tatap muka dan saling mengenal selama 156 hari! Padahal seumur hidupku sendiri, aku telah menjalani 13.870 hari sebagai single . Selain itu, aku juga memikirkan tentang bagaimana caranya dua orang dengan latar belakang, budaya, dan kehidupan yang berbeda itu menjadi satu. Memikirkan bagaimana caranya beruba
PERJALANAN GADIS KECIL Panggil saja ia si gadis kecil. Gadis kecil yang sedang menyusuri sebuah jalan yang kecil. Entah jalan milik siapa. Ia berharap ini bukan jalan miliknya, karena ia sebenarnya tidak suka menyusuri jalan yang begitu kelam dan sempit. Tapi di sisi lain, ia juga berharap ini benar jalan miliknya, karena ia tak mau disebut tersesat. Ah, andaikan ia bisa menemukan kebahagiaan dalam perjalanan ini … Setiap manusia pastilah mendambakan kebahagiaan. Demikian pula dengan dirinya. Ia mendambakan kebahagiaan. Bukan sekadar kebahagiaan yang tampak di luar, tetapi kebahagiaan yang menetap di dalam hati. Sesuatu yang lebih memenuhkan jiwa daripada kebahagiaan yang disebut-sebut orang. Mungkin itu yang disebut sebagai sukacita. Ah, rasanya terlalu religius untuk berbicara tentang sukacita dalam jalan yang sempit dan gelap ini. Meski tidak serong, rasanya jalan ini jauh dari terang yang bernama sukacita. Mungkin kebahagiaan memang hanya akan bisa dirasakan saat tiba di rumahnya